Jumat, 03 April 2015

Antara Dua Koma Tiga Enam sampai Empat Koma Nol Nol





Dua koma tiga enam, Anda berada di titik koordinat yang berbahaya. Hati-Hati. Klik!
Ini kisahku teman, tentang sebuah kegagalan yang menampar. Perihnya tak hanya di pipi namun terasa ke hati. Andai dulu aku tak menghambur-hamburkan waktu, andai dulu aku tak bermalas-malasan, andai dulu aku tak menunda-nunda. Mungkin …mungkin…ah! Persetan dengan andai!
 Pagi itu terasa berat bagiku, jika aku boleh meminta tak usahlah ada pagi. Biar malam saja, agar aku tak terbangun dari mimpi-mimpiku. Agar aku tak melukai hati orang yang aku cintai di dunia, bapak.
Betapa berat perjuangan beliau untuk mengantarkanku pada gerbang kesuksesan. Pada gerbang impian yang selalu ku ketuk, sebuah mimpi yang tak murah untuk mewujudkannya. Lalu bagaimana jika pagi-pagi ini semua harapan itu kandas, gerbang pun ambruk oleh keroposnya semangat dan lemahnya kerja keras. Sungguh betapa durhakanya aku pagi itu.
 “Kapan kau akan ke warnet Nur? Bapak ingin melihat nilaimu semester ini. Sudah lama bapak tidak melihatnya, mudah-mudahan nilai semester limamu lebih baik.”
Duh, kata-kata itu membuat pagiku semakin terasa berat. Entahlah aku seperti bisa merasakan hal buruk akan menimpaku.
            Berat kulangkahkan kaki menuju warnet. Bismillahi tawakkaltu…
Nur?” baru saja aku hendak keluar, Bapak memanggilku lagi.
“Bapak ikut ya?”
Aku terhenyak. Ingin rasanya aku berdalih agar bapak tak usah ikut ke warnet, namun aku tak sanggup menolak keinginan beliau.
***
“Kenapa loadingnya lama sekali Nur? Sudah hampir lima belas menit kita menunggu. Apa sistem informasi akademik kampusmu lagi rusak?”
Maafkan aku pak, aku memang belum memasukkan alamat email dan nomor indukku. Sungguh maafkan aku pak, jika nanti melukai hatimu. Aku takut banyak nilai C atau D yang menertawaiku. Perang batinku terus berkecamuk, tak sepatah katapun aku ucapkan. Aku tak berani menjawab pertanyaan bapak.
Ya Allah tolonglah hamba, haruskah aku berbohong pada bapak sehingga aku tak perlu menunjukkan nilaiku saat ini? Sungguh aku belum siap jika nanti hasilnya mengecewakan. Ku tarik napas, dalam. Perlahan kurangkai kata.
“Apa bapak akan marah jika nilaiku jelek?” Bapak terdiam sebentar.
“Bapak tidak akan marah, jika memang kemampuanmu cuma segitu mau gimana lagi?”
Tak berani aku menatap wajahnya, namun aku bisa merasakan nada kecewa andai hal itu benar terjadi.
Bismillah. Klik!
MasyaAllah! Aku ingin menangis, aku ingin berteriak, aku ingin berlutut dan mencium tangan bapak. Kau lihat teman, nilai C dan D tertawa mengejek kepadaku tega sekali mereka tertawa di atas penderitaanku. Ah, tak pantas aku menyalahkan mereka karena akulah yang membuat mereka mampir di transkrip nilaiku.
Ku pandangi semua nilai di transkripku, layar komputer terlihat mendung seolah mengerti kesedihanku. Tak sepatah katapun keluar dari mulut bapak. Beliau pasti sangat kecewa, ku lihat kepala beliau mendekat ke monitor seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Anak kesayangannya hanya mendapat IP (Indeks Prestasi) 2,36.
MasyaAllah! Tega sekali aku melukai bapakku. Biaya kuliah tak murah tapi aku malah menyia-nyiakannya. Bayangkan teman! Apa yang akan kau lakukan dengan IP 2,36? Kau menyaksikannya dengan bapakmu, orang yang membiayai kuliahmu. Andaikan aku jadi bapak mungkin akan ku tampar wajah anakku itu. Tapi sungguh bapak adalah orang yang penyabar.
Dua koma tiga enam. Sungguh jauh dari kata berhasil, ini IP terendahku selama aku kuliah. Aku memang pernah mendapat nilai jelek sebelumnya, tapi nilaiku kali ini benar-benar tamparan bagiku. Dua koma tiga enam adalah nilai yang bahaya. Hanya 20 SKS saja yang bisa kuambil, tak lebih. Maafkan aku bapak.
Sesampainya di rumah, bapak hanya diam. Tak sepatah katapun keluar dari bibirnya.
  “Bapak kecewa padaku?”
Tak ada jawaban. Aku tak berani menatap wajahnya.
“Hentikan semua aktivitasmu di organisasi, fokus pada kuliahmu.” Kalimat beliau datar tapi bagai sambaran kilat di telingaku. Sungguh, aku tak bisa meninggalkan aktivitasku, aku tak mau keluar dari organisasiku. Ia sudah seperti nafasku. Kegagalanku bukan karena aktivitas organisasi tapi karena kemalasan yang kubuat sendiri.
“Tidak Pak, aku tidak bisa meninggalkan organisasiku. Lagipula organisasi dan aktivitasku di luar kuliah sangat menunjang profesiku sebagai guru jika aku lulus nanti. Ijinkan aku tetap di sana Pak? Aku berjanji akan memperbaiki semuanya, akan kubuktikan bahwa organisasi bukanlah penghambat untuk tetap berprestasi. Beri aku kesempatan lagi Pak.” Aku menangis, menghiba.
 “Mohon, ijinkan aku memperbaikinya tanpa harus meninggalkan aktivitasku.” Bapak masih diam, lalu memandangku. Kemudian tertunduk.
“ Baiklah.” 

***
Libur telah usai, kembali ku hirup udara kampus. Lebih dari dua minggu aku meninggalkannya. Dua koma tiga enam, angka-angka itu masih tertawa mengejek. Ah, lihat saja nanti.
Meski masih terasa penat, kucoba tuk rapikan kamar. Berharap mendapatkan kembali semangat belajar yang sempat redup. Takkan ada lagi pemakluman untuk sebuah kemalasan. Tahun ini harus lebih baik!
Aku ingat sebuah petuah Man jadda wa jada! Aku harus merubah cara belajarku, lalu ku atur strategi belajar yang jitu.
            Pintu kamar ku buka lebar-lebar, mengajak diskusi teman-teman kos yang sejurusan, saling tukar pikiran, latihan soal, menuliskan rumus, menghafal proses, membuat catatan kecil, mengulang materi kuliah, selalu memanfaatkan waktu untuk membaca sampai ke kamar mandipun membawa catatan kecil untuk dihafalkan. Tak peduli, yang penting kali ini harus sukses. Atur waktu dengan baik, belajar rutin, ibadah rajin, organisasi diperhatiin, lampu kamar tidak lupa dimatiin dan akhirnya bebas dari tekanan batin.
Singkat cerita. Ujian semester enam berakhir. Tibalah detik yang mendebarkan. Berharap tak ada lagi nilai C dan D yang menertawaiku.
Aku sudah sampai di rumah, menanti pagi. Yudisium, hasil ujian akan segera ditayangkan. Biasanya banyak  mahasiswa mengantri di warnet atau online di sekitar kampus untuk menyaksikan film prestasi mereka ditayangkan dalam sebuah transkrip nilai. Hari ini terasa begitu tegang. Aku tahu teman, Allah itu Maha Adil. Man jadda wa jada.
Aku tak perlu mengantri di warnet. Aku masih belum berani. Aku ingin memastikan dulu nilaiku baik, baru akan kutunjukkan pada bapak. Tak ingin lagi kumelihat gurat kecewa di wajahnya. Aku buka ponselku, ku ketik kode dari kampusku lalu ku masukkan nomor indukku. Segera kukirimkan pada nomor sistem akademik dan tit…tit…tiiit. Pesan dari kampus. Bismillah.
Aku tak kuat melihatnya. Tubuhku limbung, kusungkurkan kepalaku di tanah, kubiarkan hujan turun dari mataku. Kucium tanah berulangkali.
“ Mba Nur ngapain? Ko tanah diciumi?”
Aku bangkit dari sujudku. “ Gak kenapa-napa Dik, mba lagi latihan akting he…he…he…”
Mungkin adikku heran melihatku menciumi tanah, maklum dia tidak mengerti kalau aku sedang sujud syukur.
Tahukah teman, berapa IP ku kali ini? Tak banyak memang. Tapi cukup membuatku tersenyum lebar. Tiga koma delapan belas. Lumayan untuk mata kuliah sains biologi. Tak ada nilai C dan D lagi yang tertawa mengejekku. Terima kasih Allah. Dan di semester yang terakhir Allah memberi IP mumtaz 4,00. Klik!!!

Itulah kisahku teman. Tak perlu menunggu gagal jika ingin meraih kesuksesan. Tak perlu menunggu teguran dari Allah untuk bangkit dari kemalasan. Jangan berhenti pada nilai A saja jika kau masih mampu mendapatkan nilai A++. Semangat berusaha. Manjadda wa jada! Tersenyumlah dan Jangan Bosan ^_^


Sabtu, 28 Februari 2015

Salah Sasaran






Hidup adalah perjalanan, so pasti tak lepas dari yang namanya nyasar. Iya, nyasar! Ada banyak cerita nyasar yang ingin ku ungkap di sini, tapi mungkin tak akan habis dikupas dalam sehari. Misalnya saja ketika kecil aku suka sekali nyasar alias salah jalan, kalau nyasarnya di luar kota sih mungkin wajar, tapi ini nyasarnya di dalam kota sendiri. Lucu kan? Kota yang sudah sering ku lewati tapi tiba-tiba jadi lupa jalan pulangnya. Aku sempat khawatir jangan-jangan aku udah pikun. Ah, gak mungkin kan masih kepala satu masa udah pikun.
Hal yang membuatku paling takut adalah ketika nyasar di dalam goa. Pas lagi asyik-asyiknya menyusuri goa bawah tanah dalam suatu event kampus, tiba-tiba ketemu jalan buntu. Deg! Aku syok, mana gak bawa senter lagi. Hape juga gak bawa. Akhirnya aku tenang sejenak, mencoba mengingat jalan keluarnya meskipun sebenarnya aku was-was. Bagaimana kalau tiba-tiba ada ular naga atau makhluk halus kayak di tipi-tipi? Mending kalau yang datang Si Buta dari Goa Hantu aku bisa minta dianterin pulang sekalian. Soalnya meskipun doi buta tapi sakti. Ah, kutepis segala pikiran buruk dan akhirnya...Aha! lampu di kepalaku menyala pertanda wangsit (baca: ilham/petunjuk) sudah datang.
Aku mencoba untuk tetap konsentrasi menyusuri lorong goa. Tanganku memegang tongkat sebagai penunjuk jalan, takut kalau-kalau menabrak dinding goa. Maklum di dalam gelap banget. Hal kayak gini membuatku bersyukur. Iya lah, harusnya kita bersyukur diberi mata normal. Bisa melihat dunia ini dengan jelas. Bayangkan kalau kita buta? Ngeri kan? Yup, mari kita syukuri nikmat tuhan yang satu ini. Eh, kembali ke goa tadi. Sambil menyusuri lorong yang gelap, mulutku tak henti komat-kamit. Merapal mantra tak henti, berharap tuhan segera menunjukkan jalan tuk kembali. Cieehh, meski takut masih juga sok puitis. Tak apalah toh di dalam goa gak ada gerimis. Lho, apa hubungannya puitis sama gerimis? Ya ada lah, biasanya nih kalau lagi gerimis orang itu bawaannya suka romantis jadinya sok puitis kalo gak percaya nanya aja ma Azis! Haha, nglantur lagi. 

Pendek cerita setelah sempat nabrak dinding sana-sini, untung gak sampe benjut (perasaan tadi bawa tongkat ko nabrak? Iya maksudnya tongkatnya yang nabrak, haha) akhirnya ketemu juga jalannya. Aku mengikuti arah aliran udara dalam goa, perlahan akhirnya ku temukan celah dan…hap! Aku meloncat keluar. Horee, aku selamat.
Cerita tentang nyasarku belum selesai sampe di sini, masih banyak cerita jalan nyasar lainnya. Mulai dari nyasar naik angkot sampe nyasar jurusan kuliah. Yup, banyak bukan cerita nyasarku? Yah, seperti yang ku bilang tadi hidup adalah perjalanan jadi wajar kalo nyasar. Malah gak wajar kalo gak pernah kesasar, haha!
Ini ceritanya tentang aku yang katanya, katanya lho ya bukan kataku. Kata profesorku aku itu mahasiswa salah jurusan! Lho, kok bisa? Bisa saja wong aku lebih suka baca buku-buku lain dibanding diklat kuliahku. Ceritanya waktu itu aku lagi bimbingan skripsi sama Prof. Mul dosen pembimbingku, pas ditanya tentang ilmu statistik untuk biologi aku gak bisa njawab padahal itu mata kuliah dasar. Terus ditanya lagi tentang metode pembelajaran biologi jawabannya malah eng ing eng, alias nyasar eh ngawur maksudnya. Jadilah aku dimarahi. Setelah dimarahi tiba-tiba aku nyeletuk. “ Maaf Bu, saya jarang  belajar buku –buku biologi.” Sang profesor mengerutkan alisnya lalu berujar, “ memangnya selama ini kamu belajar apa?”. Sambil cengar-cengir ku jawab, “ belajar sastra Bu.” Mendengar jawabanku alis sang profesor masih saja berkerut.   
“Lho, mahasiswa biologi kok belajarnya sastra. Salah jurusan kamu.” Plak! tiba-tiba bukuku berjatuhan. Mending buku-buku penelitian yang jatuh, lha ini malah novel. Maklum, sambil nunggu bimbingan tadi aku baca novel dulu. Alhasil setelah selesai bimbingan aku direkomendasikan buat mengkhatamkan buku-buku metode penelitian dan statistik untuk olah data skripsi. Untung saja aku bekas asisten beliau, jadi dimarahinya gak parah banget. Hihi!.
Tunggu dulu, ceritaku belum selesai tadi cuma prolog doang. Whuat?? Jadi tadi itu baru prolog? Iya. Baiklah baiklah sebenarnya aku mau menceritakan kisah yang satu ini. Dengarkan baik-baik ya? Tarik napas dulu. Ceritanya begini, wuih kok mendadak merinding ya?
Priiiitttt…
Itu tadi bunyi peluit, tapi bukan peluit pertanda bola segera ditendang karena aku tidak sedang bermain bola. Itu peluit tanda kereta api segera tiba di stasiun. Eh ngomong-ngomong pernah dengar cerita tentang hantu gerbong kereta gak, itu lho hantu yang suka gentayangan di dalam gerbong kereta pas tengah malam? Hiiiy serem. Tapi aku sedang tidak ingin cerita horor melainkan mau cerita tentang nyasar. Yup, karena tema cerita ini kan nyasar. Emm…pasti ada yang berpikir kalau aku mau cerita tentang salah masuk gerbong terus dibentak-bentak sama masinis, iyakan? Bukaaan, aku bukan mau cerita tentang itu. Lagi pula mana ada orang naik kereta salah gerbong lalu dibentak sama masinisnya, pan masinisnya lagi nyupir yang ada dibentak pemilik kursi gerbongnya lha iya.
Sudahlah jangan bertele-tele langsung ceritakan saja pengalaman nyasarmu itu. Oke, oke. Jadi ceritanya begini, tadi kan udah ada suara peluit berarti keretanya sudah datang dan pastinya aku sedang ada di stasiun kereta api bukan lagi di kuburan hihi... Waktu itu aku mau pulang kampung, maklum sudah satu semester kuliah di Semarang aku belum pernah mudik. Pas libur semester itu aku baru menyempatkan diri untuk pulang kampung. Karena besok mau libur otomatis penumpang kereta membludak, maka jadilah stasiun dipadati oleh bejibun orang. Aku yang datang terlambat jadi gak kebagian tempat buat nongkrong sambil nunggu kereta jurusan Tegal datang. Kalau yang tadi datang itu kereta jurusan Cirebon. Ada sih tempat yang masih kosong gak diduduki orang sama sekali yaitu rel kereta apinya. Tapi masa sih aku mau nongkrong di relnya, ntar dikira orang stres mau bunuh diri lagi.
Akhirnya setelah bolak lalu balik akhirnya aku menemukan tempat yang asyik buat nongkrong. Ada kursi permanen (baca: terbuat dari batu dan semen) yang dikonsep seperti kafe dan di tengahnya ada meja permanen juga. Anehnya tengahnya kok bolong ya? Tanpa pikir panjang aku segera duduk di tempat itu. Maklum cape setelah kesana kemari nyari tempat duduk sambil bawa ransel gede, jadi rasanya seperti menemukan oase di tengah gurun. Lega! Pas udah pewe (baca: nyaman) tiba-tiba aku baru sadar kalau banyak orang-orang yang ngliatin aku dari tadi. Merasa diperhatikan seperti itu aku jadi geer, eh maksudnya penasaran. Ada apa denganku ya? Lalu aku mengambil hape pura-pura mau baca sms padahal mau ngaca siapa tahu ada sesuatu yang mampir di kepala atau wajahku, yang jelas bukan tahi lalat apalagi tahi burung kan di stasiun ada gentengnya.
Setelah dilihat, wajahku baik-baik saja bola mataku masih ada dua hidung bangirku juga masih nangkring di posisinya, hehe.. Merasa tidak ada yang aneh dengan diriku, akhirnya tak ku gubris pandangan mereka terhadapku. Aku mulai menikmati masa tungguku sambil terus tilawah. Lalu tiba-tiba saja ada bapak-bapak yang duduk di pinggirku, padahal tadi duduk di kursi panjang. Satu persatu bapak yang lain mulai berdatangan awalnya cuma duduk-duduk saja, tak berapa lama kemudian…
“Maaf Mbak, saya mau ngrokok dulu ya? ijin salah seorang bapak. Sambil pura-pura tersenyum aku bilang aja, “silahkan Pak.” Aslinya sih dongkol, bagaimana tidak hak asasiku untuk mendapat udara bersih kan jadi keganggu gegara asap rokok tadi. Tapi tumbenan ya ada orang yang mau ngerokok trus minta ijin sama orang di sampingnya. Biasanya kan  langsung sebur aja alias sedot lalu sembur asapnya. Aksi bapak tadi diikuti oleh bapak lainnya yang duduk di tempat tadi. Lama-lama aku gak tahan, orang-orang tadi juga masih melihatku dengan tatapan aneh. Untung saja waktu sholat tiba jadi aku punya alasan untuk meninggalkan tempat tadi, sholat dulu.
Selesai sholat, rasanya seger. Aku berencana untuk kembali ke tempat tadi, mudah-mudahan bapaknya udah selesai merokok. Pas aku mau balik ke tempat tadi tiba-tiba, glek! Aku menelan ludah, mataku melotot untung gak sampe copot. Ternyata eh ternyata di samping tempat itu ada tulisan “ SMOKING AREA” pemirsah. Jadi…jadi… dari tadi aku duduk di smoking area? Hemm…pantes saja bapak-bapak itu pada ngrokok, ih jadi gak enak sendiri. Aku sudah jengkel sama bapak-bapak tadi padahal sudah jelas-jelas aku yang ngrebut tempat duduk mereka. O emji, pantes saja orang-orang pada ngliatin aku pas duduk di tempat itu. Pantas saja gak ada orang yang duduk di tempat itu, wong itu khusus untuk perokok. Dan ternyata meja itu bolong di tengahnya memang sengaja, sebagai tempat abu rokok. Padahal tadi aku kira itu pot bunga yang kosong. Hadeuh! Salah siapa, ini dosa siapa (baca: sambil dinyanyikan).
Akhirnya untuk menjauhi tempat itu aku berpura-pura mau beli minuman. Aslinya sih malu banget. Kalau orang yang tadi ngliatin aku mau bicara mungkin dia akan ngomong, “ rasain lu! Makanya kalau mau duduk tuh lihat-lihat dulu jangan asal nyrobot, haha!”. Padahal tadi udah kepedean gara-gara banyak yang ngliatin eh taunya aku yang salah nangkring. Nasib nasib untung aja aku gak diusir dari tempat itu, coba kalo diusir lalu ditunjukkin tulisan “ AREA SMOKING” tadi bisa-bisa mukaku rata semua (baca: malu pake banget) atau mungkin bisa dipecat jadi mahasiswa, pasalnya gak bisa baca tulisan yang gede-gede tadi. Parah asli!

Semenjak kejadian itu aku lebih hati-hati kalau mau duduk di area umum, takutnya nyasar tempat duduk lagi. Kalaupun gak nyasar barangkali ada tahi ayam nempel, hiiyy jorok deh! Lagipula mana ada ayam nyasar ke tempat umum seperti stasiun, kecuali ayamnya penumpang kereta tadi. Yup, bisa jadi bisa jadi.
Nah, akibat sering nyasar aku jadi punya tips sendiri untuk mengatasinya. Pertama, sekarangkan hape udah canggih ada kameranya jadi biasanya aku menggunakan kamera hape untuk memotret jalan supaya gampang kalau mencari jalan keluar, jangan malu untuk bertanya pada orang yang tahu ingat pepatah malu bertanya sesat di jalan, pepatah itu juga berlaku untuk peristiwa nyasar lainnya bukan cuma nyasar di jalan, misalnya nih kita belum tahu hukumnya kentut di tempat umum supaya tahu ya harus tanya sama ahlinya jadi kentutnya tepat sasaran (ih jorok deh!). Terakhir, tentu saja berdoa pada Allah agar senantiasa ditunjukkan pada jalan yang lurus (baca: jalan yang benar meskipun jalan sebenarnya berkelok-kelok ^_^).
Ya sudah, begitu ya teman-teman semoga bermanfaat ceritanya. Aku mau pulang dulu. Eh, tadi aku lewat jalan mana ya? Kok pintunya gak ada? Tiba-tiba aku mendadak pikun lagi.* Tepok jidat.


Minggu, 22 Februari 2015

Aku,sandal jepit, dan Insiden Sebuah Doa

Tengngngnggg!!!
Hari ujian semester telah tiba, hatiku dag dig dug..Bagaimana tidak hampir semua modul belum aku baca secara tuntas, hanya sekilas-sekilas saja. Latihan soalpun belum sempat aku garap semua. Duh Robbi, apakah pantas hamba ini meminta?
Bergegas, aku ganti baju dengan pakaian yang sehari-hari aku pakai, bergaya kasual dengan blus jeans dan kaos hitam berlengan panjang. Tadinya aku mau pake sepatu tapi urung, malahan pakainya sandal sekelas sandal jepit, hehehe...
Sampai di tempat ujian dengan selamat itu sesuatu, setelah melalui beberapa insiden yang akan aku ceritakan nanti. Begitu aku melepas jaket 'KOMPAS KAMPUS' ku yang terbaru, seorang teman kaget melihatku lantaran aku memakai jeans dan kaos, lalu dia melihat ke arah kakiku yang memakai sandal jepit, dia tambah histeris, sedangkan aku cuma mlongo aja, hehe...Rupanya peraturan ujian di kampus tidak boleh mengenakan jeans, kaos, dan sandal jepit.
Jegggerrrr!
Kaya ada suara petir di siang bolong, aku langsung lari melihat persyaratan mengikuti ujian, dan benar saja dengan pakaian seperti itu aku tidak bisa mengikuti ujian, sanksi akademikmya langsung dapet nilai E!
Waduh, aku mencoba mencari solusi, dan Alhamdulillah Alloh menolongku lewat temen yang bannya bocor tadi, segera dia meminjamkan aku baju, dan sepatu milik saudaranya yang kebetulan rumahnya tidak jauh dari tempat ujianku.. Segala puji hanya bagi Alloh, yang selalu mengiringi kesulitan dengan kemudahan. Dalam hati aku hanya bergumam, "Duh, cerobohnya aku ini! Masa ujian pake sandal jepit?Hehehe..." Hari pertama ujian udah bikin geger ^_^..


Oke, aku tuliskan tentang 'Insiden Sebuah Doa' itu...


                                                           Insiden Sebuah Doa

            Berdoalah kepadaku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu (QS Al Mu’min: 60).

Satu hal yang harus diyakini oleh seorang muslim adalah akan terkabulnya sebuah doa yang mereka panjatkan kepada Alloh. Ada doa yang langsung diijabah, ada doa yang tertunda, dan ada doa yang dikabulkan namun dengan cara ‘unik’ yang mungkin membuat kita tergelitik lalu tersenyum sendiri, hingga mungkin nyeletuk, “Ah, rupanya Tuhan sedang bercanda denganku.”
Pagi itu aku hendak menghadapi ujian semester perkuliahan, tak tanggung-tanggung 4 mata kuliah sekaligus. Berhubung manajemen waktu yang masih kacau sehingga belum semua modul terbaca, hanya beberapa mata kuliah saja itupun belum tuntas. Mendadak aku ingin bolos saja, namun aku tak ingin menjadi pengecut. Sekali genderang perang ditabuh, pantang surut ke belakang dan tak ada waktu lagi untuk berbelok mengatur siasat. Ah, semoga saja ini bukan tindakan bunuh diri.
Ya ‘Aziiz bantu hamba saat ujian nanti.
Jam menunjukkan pukul 05.00 aku bergegas ganti baju, saat mengenakan jilbab dan bercermin tiba-tiba aku berdoa, mungkin lebih tepatnya bergumam, “Ya Alloh aku sengaja berangkat pagi-pagi agar ada waktu sebentar buat belajar lagi sebelum ujian, dan Ya Alloh aku ingin sedekah pagi ini dan berharap Engkau akan memudahkan ujianku lantaran sedekahku itu.” Aku hanya tersenyum mantap lalu keluar dari rumah untuk menunggu jemputan teman sekampus.
Perjalanan menuju tempat ujian di Brebes berlangsung mulus, hingga akhirnya motor yang aku tumpangi bersama temanku terpeleset di daerah Kluwut yang jalannya sedang diperbaiki. Motor kami terpeleset di kubangan air dan menimbulkan bunyi seperti sesuatu yang meletus, Pletttttaakkkk! Aku masih bersyukur karena tidak sampai terguling. Kami hanya tertawa sebentar lalu melanjutkan perjalanan. Setelah berjalan beberapa meter, ternyata ban motornya bocor terpaksa kami tuntun. Karena masih pagi bengkel tambal ban masih tutup kalau pun ada montirnya tidak mau dibangunkan karena baru saja tidur.
Keringat dingin mulai mengucur, ada sedikit gelisah karena 15 menit lagi ujian dimulai sementara kami belum masuk daerah Brebes. Setelah berjalan dan mencari akhirnya kami menemukan tukang tambal ban, Alhamdulillah. Saat memasuki bengkel itulah aku tersenyum, bukan tersenyum karena bannya mau ditambal tapi tersenyum karena ada sesuatu yang menggelitik. Apakah tuhan sedang benar-benar bercanda denganku?
Berdoalah kepada Tuhanmu dengan rendah hati dan suara yang lembut. (QS Al- A’raf: 55).
Aku teringat pada doa yang kulantunkan tadi pagi, apakah aku sudah berdoa dengan baik? Merendahkan diri di hadapan-Nya dan dengan suara yang lembut lagi khusyuk?  Ah, rupanya Alloh punya cara ‘unik’ dalam mengabulkan doaku sebagaimana ‘caraku’ berdoa pada-Nya.
Melalui ban motor yang bocor itu aku jadi berhenti di bengkel selama beberapa menit, dan saat itulah aku menggunakan waktu menunggu ban itu dengan belajar. Bukankah itu berarti Alloh mengabulkan doaku agar memberikan waktu sebentar sebelum ujian? Aku tersenyum sendiri.
Lalu saat hendak membayar ban yang diganti sempat terjadi tawar menawar antara tukang bengkel dengan temanku pemilik motor itu, dengan serta merta aku membayar biaya ganti ban tersebut. Setelah itu lagi-lagi aku tersenyum. Bukankah Alloh juga mengabulkan doaku agar aku memiliki kesempatan bersedekah pagi ini? Duhai Alloh betapa uniknya skenario-Mu?
Selepas dari bengkel itu aku ceritakan kisah tersembunyi itu pada temanku, dia hanya tertawa. Lalu aku memintanya mengamini doaku sepanjang perjalanan mencari bengkel tadi, anggap saja waktu itu aku sedang teraniaya sehingga berdoa agar Alloh agar memberi kami nilai ujian yang baik. Semoga kali ini Alloh juga benar-benar mengabulkannya, entah dengan cara yang unik lagi atau bagaimanapun karena aku tahu Alloh Maha Tahu apa yang terbaik untuk hamba-hamba-Nya.
Hal yang aku pelajari dari insiden doa ini selain kita harus berdoa dengan cara yang baik adalah bagaimana kita terus berpikir positif terhadap Alloh. Selalu yakin dengan ketentuan-Nya, tak ada doa yang sia-sia. Sungguh tak ada. Seringkali Alloh ingin memberikan nikmat kepada kita melalui ujian dan efek samping dari hal itu selain kita diberikan nikmat juga dosa-dosa kita akan dikurangi seiring dengan kesabaran dan keikhlasan kita dalam menghadapinya. Insya Alloh.
Maka jangan pernah bosan untuk berdoa pada-Nya karena selain sebagai inti ibadah doa juga merupakan kekuatan seorang mu’min. Tak kalah pentingnya adalah untuk mengiringi doa kita dengan amal kebaikan sehingga Alloh merasa malu jika tidak mengabulkan doa-doa kita.(*)

Insiden sebuah doa dapat dibaca juga di dakwatuna http://www.dakwatuna.com/2015/03/02/64987/insiden-sebuah-doa/#axzz3TEZLXRn8

Senin, 17 November 2014

Ubah Mindset






            Menurutku tubuh indah itu tidak selalu identik dengan ramping, asalkan sehat dan terawat itu lebih dari cukup. Tidak perlu memaksakan diri untuk mengikuti program diet yang membuat tubuh tidak nyaman. Aktivitas yang padat menuntut tubuh untuk selalu fit dan itu bisa dipenuhi salah satunya dengan asupan makanan yang cukup.
Sah-sah saja jika seseorang terutama perempuan memiliki keinginan untuk memiliki tubuh yang ramping, tapi jangan sampai keinginan itu merusak pola makan yang seharusnya apalagi sampai terjadi bulimia atau anoreksia. Puasa bisa menjadi salah satu alternatif untuk mengatur pola makan atau bisa juga mengatur pola makan ala food combining yang sekarang sedang ngetrend.
Kinerja tubuh manusia dipengaruhi oleh asupan makanan, jika tubuh memperoleh asupan yang cukup maka akan tersedia energi untuk melakukan berbagai aktivitas. Jangan sampai kebiasaan makan yang salah membuat aktivitas terhambat dan berdampak tidak baik bagi kehidupan mendatang.
Tidak ada yang salah dengan tubuh gemuk asalkan sehat dan bugar. Agar tetap percaya diri ubah mindset tentang tubuh yang ideal, tidak perlu memikirkan pendapat orang lain tentang bentuk tubuh. Tetap makan secara teratur dan seimbang agar tubuh sehat, aktivitas lancar, masa depanpun gemilang. 

*Kompas Kampus 18 November 2014